Transfer of Content? Mmm…
Salah satu mahasiswa bertanya mengenai bagaimana menciptakan kegiatan belajar dan menghidari jebakan transfer of content? Pertanyaan ini kasus khusus dalam merancang dan mengembangkan e-learning.
Transfer of content merupakan cara belajar yang fokus pada pengiriman materi melalui website/blog saja tanpa mempertimbangkan peserta didik paham dan memaknai pesan pembelajaran. Biasanya dilakukan dengan mengirimkan full materi e-learning tanpa disertai kegiatan belajar, atau dengan mengirimkan materi tetapi tidak ada follow up dari materi tersebut.
Sedangkan cara belajar yang disarankan adalah dengan transfer of knowledge, maksudnya adalah pengiriman materi yang diserrtai kegiatan belajar yang bermakna. Hal ini dapat dilakukan dengan mengaitkan pengetahuan/pengalaman sebelumnya dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Dalam konteks e-learning, transfer of knowledge dapat dilakukan dengan menciptakan kegiatan belajar dari konten/pesan e-learning. Biasanya konten/pesan berupa perintah kerja untuk melakukan aktivitas belajar yang relevan dengan pokok bahasan tertentu.
Meskipun begitu, bukan berarti tidak boleh melakukan transfer of content, karena ahli pembelajaran, Slavin (2004) mengkategorikan dua pembelajaran yaitu Meaningfull Learning VS Rote Learning. Meaningfull learning dapat dikategorikan kepada transfer of knowledge karena dalam proses belajarnya mencoba mencari makna dari kegiatan belajar dan menghubungkannya dengan pengetahuan/pengalaman sebelumnya dan kegiatan sehari-haro. Sedankan rote learning (belajar menghafal) cenderung transfer of content karena sifat materinya dapat dihafal. Contohnya menghafal tabel periodik.
Education of World said:
Assalamua’alaikum, Konten e-elarning ibu sagat membantu dalam pencerahan pengetahuan mengenai perbedaan transfer of conten and transfer of knowledge. jadi yang bisa saya lihat dari pesannya tersebut adalah transfer of conten dan transfer of knowledge digunakan tergantung dari konsep materi yang diajarkan apakah itu penghapalan, ataukah suatu bentuk konsep.
Seperti yang dikatakan bahwa transfer of learning “biasanya konten/pesan berupa perintah kerja untuk melakukan aktivitas belajar yang relevan dengan pokok bahasan tertentu.”. tentunya disini guru atau pendidik setelah memberikan perintah akan tinggal menunggu hasil kerja dari peserta didik dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. ini menunjukkan bahwa proses dari perintah tersebut tidak di amati oleh pendidik, pendidik hanya menilai dari hasil yang dikerjakan oleh peserta didik tanpa melihat bagaimana peserta didik membuat perintah tersebut sehingga kejujuran disini sangat diperlukan.
jika transfer of knowledge digunakan berkali-kali untuk mengganti pertemuan tatap muka, maka bisa saja peserta didik melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja seperti “melihat tugas kawan, pengerjaan yang selalu ditunda-tunda, kurangnya kejujuran dalam membuat, dll” membuat dampak negatif kepada siswa.
Jadi bagaimana menanggulangi permasalahan yang timbul tersebut?
LikeLike
ulfiarahmi said:
Betul, itu salah satu kelemahan online learning yang dilakukan secara penuh. Dengan tingkatan dan kondisi siswa di Indonesia kita masih perlu mempertahankan pertemuan tatap muka until mengontrol kemajuan dan konfirmasi aktivitas online. Makanya ibuk suka dg blended learning.
LikeLike
elsa581 said:
catatan ibu mengenai 2 hal tersebut sangat menarik, andai saja ada kategori guru zaman now, mungkin ibuk salah satunya, pembelajaran kedepan untuk saya, bahwasanya menjadi pendidik harus banyak mengetahui cara penciptaan suasana belajar, tentunya yang sesuai dengan kaidah, agar hasil belajar tercapai maksimal. semoga saja siswa zaman now lebih antusias lagi dalam belajar ya buk 🙂
LikeLike
ulfiarahmi said:
Terima kasih Elsa 😊
Ibuk juga lagi nunggu tulisan singkat elsa ttg pembelajaran abad XXI.
LikeLike